Camat Kecamatan Pakkat, Jonsihar Simanullang dalam kata sambutanya, berharap agar PPS (Penyuluh Pertanian Swadaya) bekerja dengan baik. Karena menurut beliau, pergerakan PPS selama ini belum menunjukkan kinerja yang baik dilingkungan petani. Padahal, menurut beliau, petani bergerak atas dorongan dan pergerakan semangat PPS yang ditugaskan di setiap desa. Namun nyatanya hingga saat ini, belum ada PPS yang menampilkan satu kelompok tani menjadi contoh yang tepat. Padahal, menurut anggaran yang terkucur bagi PPS sudah sangat tepat, tetapi hasilnya tidak ada.
“kelompok tani sekarang banyak mengharapkan bantuan, beberapa dari kalangan masyarakat anggota kelompok tani diberikan bibit; tetapi yang mereka minta duitnya saja” terang camat tersebut.
“Karena mereka tidak merasakan manfaat bibit ini, dikemanakan bibit ini; kemudian ada masyarakat dari kelompok tani membuat RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), tetapi kenyataan masyarkat itu tidak menebus ke Kios Pengecer yang telah ditentukan oleh pemerintah” lanjut camat, yang juga mantan camat Kecamatan Onan Ganjang tersebut.
Menilai dari pemaparan camat tersebut, bahwa pendampingan dan sosialisasi dari PPS dan PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dinyatakan kurang. Lalu kalau demikian, dimana selama ini posisi dari pendamping yang diberi upah oleh pemerintah?
Maka sangat disayangkan dan terlihat dari keberadaan sebagian PPS yang ditempatkan disetiap desa saat ini, tidak sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat.
Dalam rembuk KTNA tersebut, Kepala Dinas Pertanian tidak bisa hadir karena berada di Jakarta, sehingga yang dapat hadir dalam pertemuan tersebut, ialah Perwakilan Lenni br Hombing, Kabid Penyuluhan.
Dalam pemaparan dan arahanya, Leni sihombing menegaskan, agar seluruh PPS bekerja dengan baik. Ia mengharapkan, bahwa PPS Swadaya tidak merangkap kerja lain selain PPS.
“Saya minta dengan tegas, seluruh PPS yang ditempatkan di setiap Desa, agar jangan ada yang merangkap pekerjaan lain. Karena saya menerima laporan, bahwa ada PPS yang merangkap menjadi guru honorer disalah satu sekolah. Maka dengan ini, saya tegaskan, jangan bermain-main lagi dengan tugas anda sebagai PPS” tegas Kabid Penyuluh tersebut.
“Apabila kelompok tani di kecamatan Pakkat tidak ada perkembangan, diberhentikan saja itu PPS, sama saja artinya, berarti PPS tidak bekerja” lanjutnya.
Mulai bulan Juli tahun 2017 hingga Bulan Oktober tahun 2018, PPS sudah berada di setiap Desa di Kecamatan Pakkat. Namun melihat situasi dilapangan, masyarakat petani di desa, masih saja seperti biasa, seakan PPS itu tidak ada untuk mendampingi petani. Hal-hal yang baru untuk menggenjot potensi ekonomi petani hingga bulan Oktober tahun 2018, belum terlihat memuaskan. Sangat terlihat jelas dari situasi pertanian di Kecamatan Pakkat masih sangat minim. Diduga sebagian PPS merangkap pekerjaan seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Penyuluhan, Lenni Sihombing tersebut.
Untuk menindak hal tersebut, maka pemerintah kabupaten diharapkan untuk segera menindak PPS yang tidak serius melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang diamanatkan pemerintah kepadanya. Apalagi yang disebut dengan merangkap pekerjaan lain seperti honorer, sudah sangat tidak tepat sasaran bagi PPS. Sebab jika seorang pendamping pertanian merangkap pekerjaan, jelas tidak bisa dengan baik melihat situasi dan kondisi petani di wilayahnya.
Padahal keberadaan PPS di desa, sering mengundang kecemburuan provit bagi masyarakat. Banyak sumber unek-unek dari masyarakat yang menyebutkan PPS hanya membina satu kelompok, dan tidak membina secara merata. Dan masih banyak pula masyarakat petani yang belum masuk dengan kelompok tani guna menerima bantuan berupa sosialisasi dari pemerintah. PPS jarang bertatap muka dengan dengan petani, hingga berbulan-bulan. Bahkan ada masyarakat yang tidak megnenal apa itu PPS dan Siapa itu PPS. Dengan demikian, PPS dinilai tidak benar menjalankan pekerjaanya sesuai dengan fungsinya di Desa.